SEJARAH PAROKI

SEJARAH PERKEMBANGAN
PAROKI SANTO PETRUS NEGARA



I. Pembangunan Tahap Pertama

Kota Negara yang terletak ± 100 km dari kota Denpasar atau ±23 km dari arah Palasari, saat itu merupakan sebuah kota kecil yang sepi, meskipun berstatus sebagai ibukota Kecamatan Negara sekaligus sebagai ibukota Kabupaten Jembrana, disinilah letak Paroki Santo Petrus Negara.

Keberadaan paroki di kota Negara dengan nama pelindung “Santo Petrus” sangat erat hubungannya dengan keberadaan Paroki “Hati Kudus Yesus” Palasari. Hal ini bermula dari kunjungan Alm. Rm. Bernardus Blanken, SVD ke kota Negara pada tahun 1958 untuk berbelanja, urusan surat-menyurat dan pemerintahan serta upaya pengembangan karya misinya.

Setelah menunggu selama ± 2 (dua) tahun, yaitu sampai dengan tahun 1960, beliau bertemu dengan 2 (dua) orang pendatang yang bertugas dan menetap di Negara. Mereka adalah ; Alm. Bp. Martinus Wangge (Kepala Kantor Perikanan) dan Alm. Bp. Aloysius Blaan (Anggota Kompi C) yang kemudian merintis karya misi ini. Tahun 1962 umat bertambah lagi sebanyak 7 (tujuh) orang ; Bp. Yance Daniel Pengan, Bp. Boby Rumagit, Bp. Weli Katopo dan Bp. Wowor yang semuanya merupakan anggota Kompi C disusul kemudian oleh Bp. Soewito (Kepala Kantor PU) dan Alm Bp. Walong.
Saat itu karena kondisi jalan antara Negara dan Palasari masih sangat buruk, maka untuk mempersembahkan misa kudus dijadwalkan dua minggu sekali. Pelaksanaan persembahan misa kudus bertempat di Kompi C dan terkadang di rumah dinas Bp. Soewito. Alm. Rm. Bernardus Blanken, SVD selalu ditemani oleh Bp. G.M. Sukartia. Kemudian pada tahun 1963, umat bertambah lagi sebanyak 3(tiga) orang yaitu Bp. Letnan Soebardi (Anggota Kompi C), Bp. Agustinus Ketut Suarka, dan Alm Bp. Yohanes Berchmans Sardi (keduanya anggota POLRI).

Dalam perjalanannya ada pula umat yang pindah tugas diantaranya adalah Bp. Soewito. Sejak saat itu hampir selama setahun, persembahan misa kudus dilaksanakan di Losmen Indraloka tempat tinggal Bp. Letnan Soebardi atas seijin pemilik losmen dan misa mulai dapat dilaksanakan seminggu sekali.

Tahun 1964 Bp. Letnan Soebardi pindah tugas dan pada saat itu Bp. Aloysius Suhardi bersama keluarganya mendapat tugas sebagai Kepala Penjara di Negara. Rupanya Tuhan berkehendak untuk tetap memelihara umatnya, karena dengan pindahnya Bp. Letnan Soebardi, maka tempat persembahan misa kudus berpindah lagi ke rumah dinas Bp. Aloysius Suhardi dan tetap dilaksanakan seminggu sekali.
Pada Tahun 1965 ketika pecah peristiwa G30S/PKI, jumlah umat telah menjadi 15 (lima belas) orang, tetapi kegiatan Alm. Rm. Bernardus Blanken, SVD untuk sementara terhenti karena faktor keamanan yang tidak mendukung. Kemudian pada tahun 1966, dengan bantuan Letnan Safroni, Komandan Kompi C yang kemudian menjadi Bupati di Jembrana, Alm. Rm. Bernardus Blanken, SVD membeli dua bidang tanah beserta bangunannya yang berlokasi di depan Puri Jembrana. Dari dua lokal bangunan yang ada di lokasi tersebut, bangunan yang berada di sebelah Timur, di rombak menjadi Gereja kecil memanjang oleh Br. Ignatius de Vries, SVD dibantu oleh Bp. C. Gusti Putu Supardi. Sedangkan bangunan yang berada di sebelah Barat direhab menjadi Pastoran. Pembangunan Gereja ini selesai pada tahun 1967 dan jumlah umat sudah mencapai 25 orang, dan pada tanggal 29 Juni 1967, dilakukan pemberkatan oleh Alm. Mgr. Paulus Sani Kleden, SVD dengan nama pelindung “Santo Petrus”. Untuk menjaga dan memelihara Gereja ini, keluarga Bp. G.M. Sukartia di tempatkan disini. Karena sudah ada fasilitas Gereja dan Pastoran, maka Alm. Rm. Bernardus Blanken, SVD datang ke Negara, dua kali seminggu yaitu pada hari Kamis dan Minggu.

Tahun 1970, Alm. Rm. Bernardus Blanken, SVD di pindahkan ke Denpasar menggantikan Rm. J. Heijne, SVD yang dipindakan ke Surabaya. Karena jabatannya sebagai Pastor Regional SVD, Alm. Rm. Bernardus Blanken, SVD ikut menghadiri Sidang Capitol di Roma dan terkena penyakit jantung. Sejak saat itu beliau tidak kembali lagi ke Indonesia. Dengan kepindahan Alm. Rm. Bernardus Blanken, SVD ke Denpasar, beliau digantikan oleh Rm. Paulus Boli Lamak, SVD sebagai Pastor Paroki Hati Kudus Yesus Palasari. Tetapi dengan tidak kembalinya Alm. Rm. Bernardus Blanken, SVD maka pada tahun 1971 Rm. Paulus Boli Lamak, SVD dipindahkan ke Denpasar, sedang yang menggantikannya adalah Rm. Servatius Subhaga, SVD yang berkarya sampai tahun 1973. Saat kepindahannya ke Yogyakarta, beliau digantikan oleh Rm. Heribert Ballhorn, SVD. Bersamaan dengan itu Quasi Paroki Santo Petrus Negara diambil alih oleh Rm. Agustinus de Boer, SVD yang berkedudukan di Paroki “Santa Maria Ratu” Gumbrih. Selanjutnya di tahun 1974 Rm. Agustinus de Boer, SVD dipindahkan ke Surabaya dan beliau digantikan oleh Alm. Rm. Yoseph Flaska, SVD yang juga sempat bertugas di Stasi Santo Petrus Negara. Tahun 1974 Rm. Heribert Ballhorn, SVD yang sudah setahun bertugas di Paroki Hati Kudus Yesus Palasari mengambil alih tugas di Stasi Santo Petrus Negara.


II. Pembangunan Tahap Kedua

Pada tahun 1974 keluarga Bp. G.M. Sukartia pindah dari perumahan Gereja ke rumah pribadinya di lingkungan Satria. Sedangkan yang menempati perumahan Gereja diambil alih oleh Suster-Suster Fransiskus (OSF) yaitu Sr. M. Sabina, OSF yang mengatur dan memelihara gereja, serta memberikan pelajaran agama bersama Sr. M. Rafael, OSF, yang membantu umat dalam bidang kesehatan. Setahun kemudian tepatnya pada tanggal 1 Oktober 1975 untuk pertama kalinya dibentuk Organisasi Gereja dengan nama Dewan Sosial yang dipimpin oleh Bp. G.M. Sukartia.

Pada tanggal 14 Juli 1976, terjadi gempa bumi tektonik dengan kekuatan 5,6 skala Ricther, yang memporak porandakan kota Negara dan sekitarnya termasuk gedung Gereja roboh total. Selama belum ada Gereja yang baru, pendopo susteran dipergunakan sebagai tempat ibadat sementara. Namun sekali lagi Tuhan tidak membiarkan umat-Nya beribadat tanpa tempat yang layak. Keluarga Alm. Bp. Budi Santoso (bukan Katolik) menawarkan rumah yang dikontraknya untuk tempat tinggal para Suster dan peribadatan secara cuma-Cuma, selama umat Katolik belum memiliki Gereja.

Rm. Heribert Ballhorn, SVD yang pada saat itu menyaksikan penderitaan yang dialami umatnya, tersentuh hatinya dan berusaha mencari bantuan untuk membangun rumah umat yang rusak dan mendirikan poliklinik bagi orang yang sakit. Disamping itu Rm. Heribert Ballhorn, SVD juga berusaha mencari dana untuk membangun Gereja yang baru. Peletakan batu pertama pembangunan Gereja baru, dilakukan pada bulan November 1976 dan pembangunannya dapat diselesaikan pada tahun 1977. Bertepatan dengan perayaan Pentakosta 1977. Gereja Santo Petrus yang baru, diberkati oleh Alm. Mgr. Antonius Thyssen, SVD.

Pada bulan Juli 1977, Rm Heribert Ballhorn, SVD mengambil cuti ke Jerman dan untuk sementara Rm. Hendrikus Dori, SVD di tugaskan di Quasi Paroki Santo Petrus Negara.
Pada bulan Desember 1977, Alm. Rm. Yoseph Flaska, SVD meninggal dunia akibat penyakit lever. Beliau digantikan oleh Rm. Heribert Ballhorn, SVD yang baru saja pulang dari cuti dan Quasi Paroki Santo Petrus Negara kembali berada di bawah Paroki Santa Maria Ratu Gumbrih. Tahun 1982 Rm. Heribert Ballhorn, SVD kembali mengambil cuti ke Jerman, dan Rm. Yan Djawa, SVD yang saat itu bertugas di Paroki Hati Kudus Yesus Palasari diberi tugas untuk melayani Quasi Paroki Santo Petrus Negara, sampai beliau kembali dari cuti.

Pada tahun 1988, Rm. Heribert Ballhorn, SVD dipindahkan ke Surabaya. Pada saat itu Paroki Hati Kudus Yesus Palasari dimpimpin oleh Rm. Guido Fahik, SVD yang dibantu oleh Rm. Yoseph Wora, SVD, kembali mengambil alih Quasi Paroki Santo Petrus Negara, an Paroki Santa Maria Ratu Gumbrih.
*(Sebutan sesuai SK. Pengangkatan Dewan Quasi Paroki dari Keuskupan Denpasar, tanggal 7 Januari 1987)

Tahun 1991, Rm. Guido Fahik, SVD diangkat menjadi Rektor Pastor-Pastor SVD, dan digantikan oleh Rm. Yoseph Wora, SVD yang dibantu oleh Rm. Fransiskus Sidok, SVD dan tetap melayani Quasi Paroki Santo Petrus Negara. Selanjutnya pada tahun 1994 Rm. Frans Sidok, SVD dipindahkan ke Kalimantan Barat dan sebagai Pastor Pembantu ditunjuk Rm. Freddy Dhay,SVD, dan disusul kemudian dengan Rm. Lukas Kilatwono, SVD.

Pada akhir tahun 1996 Rm. Lukas Kilatwono, SVD dipindahkan ke Kalimantan Barat, selanjutnya pada tahun 1997 Rm. Kristianus Ratu, SVD mulai bertugas sebagai Pastor Pembantu di Paroki Hati Kudus Yesus Palasari, sampai awal tahun 2000 saat beliau dipindahkan ke Paroki Santa Theresia Tangeb. Sedangkan Rm. Thomas Almasan, Pr bertugas sebagai Pastor Pembantu yang menggantikan Rm. Kristianus Ratu, SVD mulai pada awal tahun 2000, dilanjutkan oleh Rm. Kris Min Isti, SVD ; Rm. Yohanes Martanto, Pr ; Rm. Sebastianus Yordan Ado, Pr sampai dengan Januari 2010 dan di gantikan oleh Rm. Marcel G. Myarsa, Pr yang sekaligus menjabat sebagai Dekenat Bali Barat.